EPISIOTOMI
EPISIOTOMI
A. Pengertian
Episiotomi
adalah sebuah irisan bedah melalui perineum yang dilakukan unuk memperlebar
vagina dengan maksud untuk membantu proses kelahiran bayi. Episiotomi adalah
insisi perineum yang dimulai dari cincin vulva ke bawah, menghindari anus dan
muskulus spingter serta memotong fasia pervis, muskulus konstrikter vagina,
muskulus transversus perinei dan terkadang ikut terpotong serat dari muskulus
levator ani. Episiotomi adalah sayatan atau pengguntingan kulit vagina sampai
mendekati anus yang bertujuan untuk memperluas pembukaan vagina sehingga bayi
dapt keluar lebih mudah.
B. Derajat
Episiotomi.
a. Derajat
satu yaitu Apabila
hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perineum
b. Derajat
Dua yaitu
mengenai selaput lendir vagina dan otot perineum transversalis tetapi
tidak mengenai sfingter ani
c. Derajat
tiga yaitu :
Robekan mengenai seluruh perineum dan otot sfingter ani
d. derajat
keempat, yaitu membuat potongan sampai melewati rectum atau anus
C. Tipe
Episiotomi
a. Mediolateral,
potongan dibuat menyamping menjauh dari anus untuk mencegah robekan pada rectum
.Insisi pada garis tengah dekat spingter ani diperluas ke samping
b. Episiotomi
medialis Insisi dilakukan pada garis tengah
c. Episiotomi
lateralis insisi dilakukan ke samping (jarang dilakukan)
D. Indikasi
Episiotomi
a. Perineum
kaku atau Perineum pendek
Tidak semua
persalinan anak pertama dibarengi perineum yang kaku. Tetapi bila perineum
sangat kaku sehingga persalinan perlangsung lama dan proses persalinan menjadi
sulit, perlu dilakukan Episiotomi.
b. Memerlukan
peregangan yang berlebihan dari perineum (forsep & vakum))
Episiotomi juga
boleh dilakukan bila persalinan dilakukan dengan menggunakan alat bantu, entah
itu forseps atau vakum. Tujuannya untuk mempermudah tindakan. Jalan lahir akan semakin
lebar sehingga meminimalkan risiko cedera akibat penggunaan alat bantu
tersebut.Begitu pula pada persalinan sungsang. Pada persalinan normal tanpa Episiotomi
perlukaan yang terjadi ternyata relatif kecil dan dapat dijahit dengan mudah
dan rapi. Proses penyembuhannya pun cukup singkat, sekitar 2-3 hari saja. Pun
ternyata tidak ada perbedaan dalam proses penyembuhan luka Episiotomi dengan
robekan spontan perineum. Bahkan Episiotomi yang dilakukan secara mediolateral
(sayatan miring) sering menimbulkan nyeri yang lebih besar.
c. Mengurangi
tekanan pada kepala bayi (prematur).
d. Jarak
perineum yang sempit boleh menjadi pertimbangan dilakukannya Episiotomi.
Apalagi jika kepala bayi termasuk besar. Hal ini meningkatkan kemungkinan terjadin
ya cedera pada anus akibat robekan yang melebar ke bawah
e. Bayi
berukuran besar
Jika berat janin
diperkirakan mencapai 4 kg, maka hal ini dapat menjadi indikasi untuk
dilakukannya persalinan sesar (seksio sesarea). Alasan yang menjadi buktinya
yaitu, risiko komplikasi akan menjadi lebih besar dan berbahaya jika bayi
dilahirkan melalui vagina. Namun, mungkin saja risiko ini terlampaui jika
ternyata rongga panggul ibu cukup lebar. Begitu juga jika berat bayi baru
mencapai 3,5 kg atau lebih dan rongga panggul ibu cukup lebar untuk dilalui,
maka diperkirakan ia dapat lahir melalui vagina. Jika ditemukan risiko
persalinan macet karena bahu bayi yang lebar, misalnya, barulah dilakukan Episiotomi
E. Kontaraindikasi
a. Bukan
persalinan pervaginam
b. Kecenderungan
perdarahan yang tidak terkontrol
c.
Pasien menolak
dilakukan intervensi operatif.
F. Waktu
episiotomi
a. Kepala
sudah kelihatan 3-4 cm waktu ibu mengedan
b. Saat
pemasangan forsep
c. Sebelum
melakukan ekstraksi pada letak sungsang.
G. Manfaat
Episiotomi
a. Mempercepat
proses persalinan, jalan lahir yang lebih luas mempermudah bayi keluar.
b. Mencegah
vagina robek akibat kulit yang menipis dan meregang, ditambah dorong bayi dari
dalam yang ingin keluar
c. Melindungi
wanita dari mengendurnya otot-otot dasar panggul
d. Proses
penyembuhan yang lebih cepat daripada robekan vagina yang bentuknya tidak
beraturan.
H. Kerugian
Episiotomi
a. Infeksi
Setiap luka
tentunya berisiko mengalami infeksi, apalagi jika status gizi dan kesehatan ibu
kurang baik. Gejalanya yang umum, yaitu vagina terasa sangat nyeri dan mungkin
disertai demam
b. Rasa
nyeri yang lebih hebat
c. Laserasi
vagina dapat meluas hingga derajat tiga dan empat
d. Waktu penyembuhan yang lebih lama
e. Hematoma
Reparasi luka yang tidak akurat dan sering kali menyisakan pembuluh darah yang tidak terjahit dapat menyisakan gumpalan darah di bawah kulit atau disebut hematoma.Hematoma yang tidak terdeteksi juga dapat menyebabkan syok bahkan kematian akibat perdarahan yang tidak diketahui.
Reparasi luka yang tidak akurat dan sering kali menyisakan pembuluh darah yang tidak terjahit dapat menyisakan gumpalan darah di bawah kulit atau disebut hematoma.Hematoma yang tidak terdeteksi juga dapat menyebabkan syok bahkan kematian akibat perdarahan yang tidak diketahui.
f. Rasa
tidak nyaman saat berhubungan seksual meningkat.
Penyembuhan luka
yang tidak baik dapat menimbulkan rasa nyeri berkepanjangan, bahkan hingga masa
nifas berakhir dan ibu mulai berhubungan intim lagi.
B. PENJAHITAN
a. Macam-Macam
Jahitan
·
Jahitan Interrupted
Jahitan simple
interrupted (Jahitan satu demi satu)
Merupakan jenis jahitan yang paling dikenal dan paling banyak digunakan. Jarak antara jahitan sebanyak 5-7 mm dan batas jahitan dari tepi luka sebaiknya 1-2 mm. Semakin dekat jarak antara tiap jahitan, semakin baik bekas luka setelah penyembuhan.
Merupakan jenis jahitan yang paling dikenal dan paling banyak digunakan. Jarak antara jahitan sebanyak 5-7 mm dan batas jahitan dari tepi luka sebaiknya 1-2 mm. Semakin dekat jarak antara tiap jahitan, semakin baik bekas luka setelah penyembuhan.
·
Jahitan Matras
1. Jahitan
Matras Vertical
Jahitan jenis ini
digunakan jika tepi luka tidak bisa dicapai hanya dengan menggunakan jahitan
satu demi satu. Misalnya di daerah yang tipis lemak subkutisnya dan tepi satu
demi satu. Misalnya di daerah yang tipis lunak subkutisnya dan tepi luka
cenderung masuk ke dalam.
2. Jahitan
Matras Horizontal
Jahitan ini digunakan
untuk menautkan fasia dan aponeurosis. Jahitan ini tidak boleh digunakan untuk
menjahit lemak subkutis karena membuat kulit diatasnya terlihat bergelombang
·
Jahitan Continous
Jahitan jelujur : lebih
cepat dibuat, lebih kuat dan pembagian tekanannya lebih rata bila dibandingkan
dengan jahitan terputus. Kelemahannya jika benang putus / simpul terurai seluruh
tepi luka akan terbuka.
·
Jahitan Subkutis
a. Jahitan continous : jahitan terusan
subkutikuler atau intrademal. Digunakan jika ingin dihasilkan hasil yang baik
setelah luka sembuh. Juga untuk menurunkan tengan pad aluka yang lebar sebelum
dilakukan penjahitan satu demi satu.
b. Jahitan
interrupted dermal stitch
b. Tujuan
1.Untuk menyatukan kembali jaringan
yang luka.
2.
Mencegah
kehilangan darah.
c. Jenis
penjahitan
- Derajat pertama: laserasi mengenai mukosa dan kulit perineum, tidak perlu dijahit.
- Derajat kedua: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit dan jaringan perineum (perlu dijahit).
- Derajat ketiga: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perineum dan spinkter ani.
- Derajat empat: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perineum dan spinkter ani yang meluas hingga ke rektum. Rujuk segera.
d. Hal-hal
yang Perlu Diperhatikan
- Laserasi derajat satu yang tidak mengalami perdarahan, tidak perlu dilakukan penjahitan.
- Menggunakan sedikit jahitan.
- Menggunakan selalu teknik aseptik
e. Penjahitan
Perineum
a. Robekan perineum tingkat I dijahit dengan
menggunakan benang catgut yang dijahitkan secara jelujur atau dengan cara angka
delapan.
b. Robekan perineum tingkat II Untuk laserasi derajat I
atau II jika ditemukan pinggiran robekan tidak rata atau bergerigi harus
diratakan terlebih dahulu. Baru dilakukan penjahitan Mula-mula otot dijahit
dengan cat gut, kemudian selaput lender vagina dijahit dengan catgut secara
terputus-putus atau jelujur. Penjahitan mukosa vagina dimulai
dari puncak robekan. Kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara
jelujur.
c. Robekan perineum tingkat III Mula-mula dinding depan
rektum yang robek dijahit, kemudian fasia perirektal dan fasial septum
rektovaginal dijahit dengan catgut kromik, sehingga bertemu kembali.
d. Robekan perineum tingkat IV
Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah oleh karena
robekan diklem dengan klem pean lurus, kemudian dijahit dengan 2 – 3 jahitan
catgut kromik sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi
lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat I.
f. Langkah-Langkah Penjahitan
i.
Persiapan Alat
1. Siapkan
peralatan untuk melakukan penjahitan. Seperti
Sarung tangan, pemegang jarum, jarum jahit, benang jahit, kasa steril,
pincet, Kapas DTT, Buka spuit sekali pakai 10 ml dari kemasan steril, jatuhkan
dalam wadah DTT, Patahkan ampul lidokain
2. Atur
posisi bokong ibu pada posisi litotomi di tepi tempat tidur
3. Pasang
kain bersih di bawah bokong ibu
4. Atur
lampu sorot atau senter ke arah vulva /perineum ibu
5. Pastikan
lengan / tangan tidak memakai perhiasan, cuci tangan dengan sabun dan air
mengeliar
6. Pakaian
satu sarung tangan DTT pada tangan kanan
7. Ambil
spuit dengan tangan yang berasarung tangan, isi tabung suntik dengan lidokain
dan letakkan kembali ke dalam wadah DTT
8. Lengkapi
pemakaian sarunga tangan pada tangan kiri
9. Bersihkan
vulva dan perineum dengan kapas DTT dengan gerakan satu arah dari vulva ke perineum
10. Periksa
vagina, servik dan perineum secara lengkap, pastikan bahwa laserasi hanya
merupakan derajat satu atau dua
ii.
Anestesi Lokal
1. Beritahu
ibu tentang apa yang akan dilakukan
2. Tusukkan
jarum suntik pada daerah kamisura posterior yaitu bagian sudut bahwa vulva.
3. Lakukan
aspirasi untuk memastikan tidak ada darah yang terhisap
4. Suntikan
anestesi sambil menarik jarum suntik pada tepi luka daerah perineum
5. Tanpa
menarik jarum suntik keluar dari luka arahkan jarum suntik sepanjang luka pada
mukosa vagina
6. Lakukan
langkah 2-5 diatas pada kedua tepi robekan
7. Tunggu
1-2 menit sebelum melakukan penjahitan
iii.
Penjahitan Laserasi pada Perineum
1. Buat
jahitan pertama kurang lebih 1 cm diatas ujung laserasi di mukosa vagina.
Setelah itu buat ikatan dan potong pendek benang dari yang lebih pendek.
Sisakan benang kira-kira 1 cm.
2. Tutup
mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit ke bawah ke arah cincin hymen
3. Tepat
sebelum cincin himen, masukkan jarum ke dalam mukosa vagina lalu ke belakang
cincin himen sampai jarum ada di bawah laserasi kemudian ditarik keluar pada
luka perineum
4. Gunakan teknik jelujur saat menjahit lapisan
otot. Lihat kedalam luka untuk mengetahui letak ototnya.
5. Setelah dijahit sampai ujung luka, putarlah
jarum dan mulailah menjahit kearah vagina dengan menggunakan jahitan
subkutikuler
6. Pidahkan
jahitan dari bagian luka perineum kembali ke vagina di belakang cincin hymen
untuk diikat dengan simpul mati dan dipotong benangnya
7. Masukkan
jari ke dalam rectum
8. Periksa
ulang kembali pasa luka
9. Cuci
daerah genital dengan lembut kemudian keringkan. Bantu ibu mencari posisi yang
diinginkan
10. Nasehatiibu
untuk
a. Menjaga
perineum selalu bersih dan kering
b. Hindari
penggunaan obat-obatan tradisional pada perineumnya
c. Cuci
perineum dengan sabun dan air bersih yang mengalir 3-4 x per hari
d. Kembali
dalam seminggu untuk memeriksa luka
C. Oksitosin Pelancar
Persalinan
A. Induksi Persalinan
Induksi persalinan adalah suatu usaha mempercepat
persalinan dengan tindakan rangsangan kontraksi uterus. Induksi persalinan
dapat bersifat mekanis, atau secara kimiawi (medikamentosa). Tetesan oksitosin
pada persalinan adalah pemberian oksitosin secara tetes melalui infus dengan
tujuan menimbulkan atau memperkuat his..
B. Penilaian serviks untuk pemberian persalinan
1.
Oksitosin digunakan secara
hati-hati karena dapat terjadi gawat janin dari hiperstimulasi. Walaupun
jarang, dapat terjadi ruptura uteri, terutama pada multipara. Selalu Iakukan
observasi ketat pada pasien yang mendapat OksitosinDosis efektif oksitosin
bervariasi. Infus oksitosin dalam dekstrose atau garam fisio¬logik, dengan
tetesan dinaikkan secara bertahap sampai his adekuat. Pertahankan Tetesan
sampai persalinan.
2.
Pantau denyut nadi, tekanan
darah, dan kontraksi ibu hamil, dan periksa denyut jantung janin (DJJ).
3.
Kaji ulang indikasi induksi.
4.
Baringkan ibu hamil miring
kiri.
5.
Catat semua pengamatan pada
partograf tiap 30 menit
Ø Atur kecepatan infus oksitosin (Lihat Tabel)
Ø Frekuensi dan lamanya kontraksi
Ø Denyut jantung janin (DJJ). Dengar DJJ tiap 30 menit, dan selalu
langsung setelah
kontraksi. Apabila DJJ kurang dari 100 per menit, segera hentikan infus.
Ingat : Ibu dengan infus Oksitosin Jangan ditinggal sendirian.
kontraksi. Apabila DJJ kurang dari 100 per menit, segera hentikan infus.
Ingat : Ibu dengan infus Oksitosin Jangan ditinggal sendirian.
6.
Infus oksitosin 2,5 unit dalam
500 cc dekstrose (atau garam fisiologik) mulai dengan 10 tetes per menit (Lihat
Tabel)
7.
Naikkan kecepatan infus 10
tetes per menit tiap 30 menit sampai kontraksi adekuat (3 kali tiap 10 menit
dengan lama lebih dari 40 detik) dan pertahankan sampai terjadi kelahiran.
8.
Jika terjadi hiperstimulasi
(lama kontraksi lebih dari 60 detik) atau lebih dari 4 kali kontraksi dalam 10
menit, hentikan infus dan kurangi hiperstimulasi dengan
Ø terbutalin 250 mcg IN. pelan-pelan selama 5 menit, ATAU
Ø salbutamol 5 mg dalam 500 ml cairan (garam fisiologik atau Ringer
Laktat) 10 tetes per menit.
9.
Jika tidak tercapai kontraksi
yang adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama lebih dari 40 detik) setelah
infus oksitosin mencapai 60 tetes per menit
Ø Naikkan konsentrasi oksitosin menjadi 5 unit dalam 500 ml dekslrose
(atau garam fisiologik) dan sesuaikan kecepatan infus sampai 30 tetes per menit
(15 mIU/menit)
Ø Naikkan kecepatan infus 10 tetes per menit tiap 30 menit sampai
kontraksi adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama lebih dari 40 detik) atau
setelah infus oksitosin mencapai 60 tetes per menit.
10.
Jika masih tidak tercapai
kontraksi yang adekuat dengan konsentrasi yang lebih tinggi:
Ø Pada multigravida, induksi dianggap gagal, lakukan seksio sesarea.
Ø Pada primigravida, infus oksitosin bisa dinaikkan konsentrasinya
yaitu:
-
10 unit dalam 500 ml dekstrose
(atau garam fisiologik) 30 tetes per menit.
-
Naikkan 10 tetes tiap 30 menit
sampai kontraksi adekuat.
-
Jika kontraksi tetap tidak
adekuat setelah 60 tetes per menit (60 mIU per menit), lakukan seksio sesarea .
Catatan : Jangan Berikan Oksitosin 10 Unit dalam 500 CC pada multigravida dan pada bekas seksio sesaria
Catatan : Jangan Berikan Oksitosin 10 Unit dalam 500 CC pada multigravida dan pada bekas seksio sesaria
C. Indikasi
1.
Mengakhiri kehamilan.
2.
Memperkuat kontraksi rahim
selama persalinan.
D. Cara pemberian oksitosin
1.
Oksitosin tidak diberikan
secara oral karena dirusak di dalam
lambung oleh tripsin.
lambung oleh tripsin.
2.
Oksitosin diberikan secara bucal, nasal spray,
intramuskuler, dan
intravena.
intravena.
3.
pemberian Oksitosin secara
intravena (drips/tetesan) banyak
digunakan karena uterus dirangsang sedikit demi sedikit secara kontinyu
dan bila perlu infus dapat dihentikan segera.
digunakan karena uterus dirangsang sedikit demi sedikit secara kontinyu
dan bila perlu infus dapat dihentikan segera.
4.
pemberian tetesan Oksitosin harus dibawah
pengawasan yang cermat
dengan pengamatan pada his dan denyut jantung janin.
dengan pengamatan pada his dan denyut jantung janin.
Cara pemberian Oksitosin dengan janin hidup
1. 5 IU Oksitosin dalam 500 ml dekstrose 5%. Ini
berarti 2 tetesan
mengandung 1 mIU.
mengandung 1 mIU.
2. Dosis awal 1-2 mIU (2-4 tetes) per
menit.
3. Dosis dinaikkan 2 mIU (4 tetes) per menit
setiap 30 menit.
4. Dosis maksimal 20-40 mIU (40-80
tetes) per menit Untuk meningkatkan keberhasilannya bisa dilakukan amniotomi,
striping of the membrane atau menggunakan balon kateter.
Pemberian Oksitosin
rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari
40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi.
Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan,
anemia, dan kebutuhan transfusi darah.(1)
Kegunaan utama Oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri
yaitu onsetnya yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau
kontraksi tetani seperti ergometrin. Pemberian Oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah
atonia uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan pemberian Oksitosin
setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bolus
atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam Analog sintetik Oksitosin,
yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai uterotonika untuk mencegah
dan mengatasi perdarahan pospartum dini. Karbetosin merupakan obat long-acting
dan onset kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan Oksitosin
4-10 menit. Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian karbetosin
bolus IV dengan Oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar.
Karbetosin ternyata lebih efektif dibanding Oksitosin
E. Cara kerja oksitosin
1.
Oxytocin ada di asam amnio
peptida sembilan yang disintesa pada syaraf hipotalamus dan dialirkan ke akson
dari Pituitary Posterior untuk disekresikan ke dalam darah. Oxytocin juga
disekresikan ke dalam otak dan dari beberapa jaringan.
2.
Adapun fungsi dari Oksitosin
adalah menstimulasi kontraksi otot halus kandungan sewaktu melahirkan.
3.
Pada waktu akhir kehamilan,
uterus harus berkontraksi secara hebat dan semakin lama agar janin keluar.
Sepanjang tahap kehamilan selanjutnya, terjadi peningkatan yang besar pada
reseptor Oksitosin pada sel otot halus kandungan, yang diasosiasikan dengan
peningkatan iritabilitas dari uterus.
4.
Oksitosin dilepaskan sepanjang
masa melahirkan sewaktu janin menstimulasi leher rahim dan vagina. Dan hal itu
meningkatkan kontraksi otot halus kandungan agar terjadi proses melahirkan.
5.
Pada kasus dimana kontraksi
tidak cukup agar terjadi kelahiran, dokter terkadang memberikan Oksitosin untuk
menstimulasi lebih lanjut kontraksi kandungan- perhatian besar harus dilakukan
pada beberapa situasi untuk memastikan janin keluar dengan baik dan mencegah
pecahnya uterus.
6.
Sediaan yang ada adalah Oksitosin
sintetik.
Komentar