PEMERIKSAAN FESES


HAND-OUT :

PEMERIKSAAN FESES
  • Pemeriksaan feses di maksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing ataupun larva yang infektif. Pemeriksaan feses ini juga di maksudkan untuk mendiagnosa tingkat infeksi cacing parasit usus 
  • Pemeriksaan feses dapat dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif dilakukan dengan metode natif, metode apung, metode Harada mori, dan Metode Kato. Metode ini digunakan untuk mengetahui jenis parasit usus, sedangkan secara kuantitatif dilakukan dengan metode Kato untuk menentukan jumlah cacing yang ada didalam usus.
  • Prinsip dasar untuk diagnosis infeksi parasit adalah riwayat yang cermat dari pasien. Teknik diagnostik merupakan salah satu aspek yang penting untuk mengetahui adanya infeksi penyakit cacing, yang dapat ditegakkan dengan cara melacak dan mengenal stadium parasit yang ditemukan.
·         Makroskopis : jumlah, konsistensi, warna, bau, darah, lendir, dan parasit.
·         Mikroskopis  :  sel epitel, makropag, eritrosit, kristal, sisa makanan, butir lemak, butir karbohidrat, serat tumbuhan, protozoa,telur, danlarva cacing.
·         Kimia : untuk mengetahui adanya Darah Samar,Urobilin,Urubilinogen,Bilirubin dlm feses.
A. Pemeriksaan makroskopis :
1.      Jumlah.
       Dalam keadaan normal jumlah tinja berkisar antara 100-250 gram per hari. Banyaknya tinja dipengaruhi jenis makanan, bila banyak makan sayur jumlah tinja meningkat.
2.      Konsistensi.
       Tinja normal mempunyai konsistensi agak lunak dan berbentuk. Pada diare konsistensi menjadi sangat lunak atau cair, sedangkan sebaliknya tinja yang keras didapatkan pada konstipasi. Peragian karbohidrat dalam usus menghasilkan tinja yang lunak dan bercampur gas.
3.      Warna.
       Tinja normal kuning coklat dan warna ini dapat berubah menjadi lebih tua dengan terbentuknya urobilin lebih banyak. Selain urobilin warna tinja dipengaruhi oleh :
~   Berbagai jenis makanan.
~   Kelainan dalam saluran pencernaan.
~   Obat yang dimakan.
o   Warna kuning dapat disebabkan karena susu, jagung, lemak, dan obat santonin.
o   Tinja yang berwarna hijau dapat disebabkan oleh sayuran yang mengandung khlorofil atau pada bayi yang baru lahir disebabkan oleh biliverdin dan porphyrin dalam mekonium.
o   Kelabu mungkin disebabkan karena tidak ada urobilinogen dalam saluran pencernaan yang didapat pada ikterus obstruktif, tinja tersebut disebut akholis. Keadaan tersebut mungkin didapat pada defisiensi enzim pankreas seperti pada steatorrhoe yang menyebabkan makanan mengandung banyak lemak yang tidak dapat dicerna dan juga setelah pemberian garam barium setelah pemeriksaan radiologik.
o   Tinja yang berwarna merah muda dapat disebabkan oleh perdarahan yang segar dibagian distal, mungkin pula oleh makanan seperti bit atau tomat.
o   Warna coklat mungkin disebabkan adanya perdarahan dibagian proksimal saluran pencernaan atau karena makanan seperti coklat, kopi, dan lain-lain.
o   Warna coklat tua disebabkan urobilin yang berlebihan seperti pada anemia hemolitik.
o   Sedangkan warna hitam dapat disebabkan obat yang mengandung besi, arang atau bismuth dan mungkin juga oleh melena.
4.      Bau.
       Indol, skatol, dan asam butirat menyebabkan bau normal pada tinja. Bau busuk didapatkan jika dalam usus terjadi pembusukan protein yang tidak dicerna dan dirombak oleh kuman. Reaksi tinja menjadi lindi oleh pembusukan semacam itu.\
       Tinja yang berbau tengik atau asam disebabkan oleh peragian gula yang tidak dicerna seperti pada diare. Reaksi tinja pada keadaan itu menjadi asam.
5.      Darah.
       Adanya darah dalam tinja dapat berwarna merah muda, coklat atau hitam. Darah itu mungkin terdapat dibagian luar tinja atau bercampur baur dengan tinja. Pada perdarahan proksimal saluran pencernaan darah akan bercampur dengan tinja dan warna menjadi hitam, ini disebut melena seperti pada tukak lambung atau varices dalam oesophagus.
       Sedangkan pada perdarahan dibagian distal saluran pencernaan darah terdapat dibagian luar tinja yang berwarna merah muda yang dijumpai pada hemoroid atau karsinoma rektum.
6.      Lendir.
       Dalam keadaan normal didapatkan sedikit sekali lendir dalam tinja. Terdapatnya lendir yang banyak berarti ada rangsangan atau radang pada dinding usus. Kalau lendir itu hanya didapat dibagian luar tinja, lokalisasi iritasi itu mungkin terletak pada usus besar. Sedangkan bila lendir bercampur baur dengan tinja mungkin sekali iritasi terjadi pada usus halus. Pada disentri, intususpensi dan ileokolitis bisa didapatkan lendir saja tanpa tinja.
7.      Parasit.
       Diperiksa pula adanya cacing ascaris, anylostoma, dan lain-lain yang mungkin didapatkan dalam tinja.

B. Pemeriksaan mikroskopis :
1. Pemeriksaan Kualitatif 
a. Metode Natif
Metode ini dipergunakan untuk pemeriksaan secara cepat dan baik untuk infeksi berat, tetapi untuk infeksi yang ringan sulit ditemukan telur-telurnya. Cara pemeriksaan ini menggunakan larutan NaCl fisiologis (0,9%) atau eosin 2%. Penggunaa eosin 2% dimaksudkan untuk lebih jelas membedakan telur-telur cacing dengan kotoran disekitarnya.
Maksud : Menemukan telur cacing parasit pada feses yang diperiksa.
Tujuan : Mengetahui adanya infeksi cacing parasit pada seseorang yang diperiksa fesesnya.
Dasar teori: eosin memberikan latar belakang merah terhadap telur yang berwarna kekuning-kuningan dan untuk lebih jelas memisahkan feses dengan kotoran yang ada.
Kekurangan: dilakukan hanya untuk infeksi berat, infeksi ringan sulit terditeksi.
Kelebihan : mudah dan cepat dalam pemeriksaan telur cacing semua spesies, biaya yang di perlukan sedikit, peralatan yang di gunakan sedikit.
Metode Pemeriksaan :
a.       Alat-alat :
1.    Gelas obyek
2.    Pipet tetes
3.    Lidi
4.    Cover glass
5.    Mikroskop
b.    Bahan :
1.    Tinja anak kecil
2.    Eosin 2%
  • Cara kerja :
  1. Gelas obyek yang bersih di teteskan 1-2 tetes NaCl fisiologi atau eosin 2%
  2. Dengan lidi, di ambil sedikit tinja dan taruh pada larutan tersebut
  3. Dengan lidi tadi, kita ratakan /larutkan, kemudian di tutup dengan gelas beda/cover glass.
b. Metode Apung (Flotation method)
Metode ini digunakan larutan NaCl jenuh atau larutan gula atau larutan gula jenuh yang didasarkan atas BD (Berat Jenis) telur sehingga telur akan mengapung dan mudah diamati. Metode ini digunakan untuk pemeriksaan feses yang mengandung sedikit telur. Cara kerjanya didasarkan atas berat jenis larutan yang digunakan, sehingga telur-telur terapung dipermukaan dan juga untuk memisahkan partikel-partikel yang besar yang terdapat dalam tinja. Pemeriksaan ini hanya berhasil untuk telur-telur Nematoda, Schistostoma, Dibothriosephalus, telur yang berpori-pori dari famili Taenidae, telur-telur Achantocephala ataupun telur Ascaris yang infertil.
Maksud : Mengetahui adanya telur cacing parasit usus untuk infeksi ringan.
Tujuan: Mengetahui adanya infeksi cacing parasit usus pada seseorang yang diperiksa fesesnya.
Dasar teori : Berat jenis NaCl jenuh lebih berat dari berat jenis telur.
Kekurangan : penggunaan feses banyak dan memerlukan waktu yang lama, perlu ketelitian tinggi agar telur di permukaan larutan tidak turun lagi
Kelebihan : dapat di gunakan untuk infeksi ringan dan berat, telur dapat terlihat jelas.

  • Cara kerja
  1. 10 gram tinja di campur dengan 200 ml NaCl jenuh (33%), kemudian di aduk sehingga larut. Bila terdapat serat-serat selulosa di saring menggunakan penyaring teh.
  2. Di diamkan selama 5-10 menit, kemudian dengan lidi di ambil larutan permukaan dan di taruh di atas gelas obyek, kemudian di tutup dengan cover glass. Di periksa di bawah mikroskop.
  3. Di tuangkan ke dalam tabung reaksi sampai penuh, yaitu rata dengan permukaan tabung, didiamkan selama 5-10 menit dan di tutup/di letakkan gelas obyek dan segera angkat. Selanjutnya di letakkan di atas gelas preparat dengan cairan berada di antara gelas preparat dan gelas penutup, kemudian di periksadi bawah mikroskop.
c. Metode Harada Mori
Metode ini digunakan untuk menentukan dan mengidentifikasi larva cacing Ancylostoma Duodenale, Necator Americanus, Srongyloides Stercolaris dan Trichostronngilus yang didapatkan dari feses yang diperiksa. Teknin ini memungkinkan telur cacing dapat berkembang menjadi larva infektif pada kertas saring basah selama kurang lebih 7 hari, kemudian larva ini akan ditemukan didalam air yang terdapat pada ujung kantong plastik.
Maksud: Mengidentifikasi larva cacing Ancylostoma Duodenale, Necator Americanus, Srongyloides Stercolaris dan Trichostronngilus spatau mencari larva cacing-cacing parasit usus yang menetas diluar tubuh hospes
Tujuan: Mengetahuia adanya infeksi cacing tambang
Dasar teori : Hanya cacing-cacing yang menetas di luar tubuh hospes akan menetas 7 hari menjadi larva dengan kelembaban yang cukup.
Kekurangan : Dilakukan hanya untuk identifikasi infeksi cacing tambang, waktu yang dibutuhkan lama dan memerlukan peralatan yang banyak.
Kelebihan: lebih mudah dilakukan karena hanya umtuk mengidentifikasi larva infektif mengingat bentuik larva jauh lebih besar di bandingkan dengan telur.
  • Cara kerja
  1. Plastik di isi aquades steril kurang lebih 5ml.
  2. Dengan lidi bambu, tinja di oleskan pada kertas saring sampai mengisi sepertiga bagiannya tengahnya.
  3. Kertas saring di masukkan ke dalam plastik tersebut diatas. Cara memasukkan kertas saring dilipat membujur dengan ujung kertas menyentuh permukaan aquades dan tinja jangan sampai terkena aquades.
  4. Nama penderita, tangggal penamaan, tempat penderita, dan nama mahasiswa. Tabung di tutup plastik/dijepret.
  5. Simpan selama 3-7 hari.
  6. Disentrifuge dan dimbil dengan pipet tetes kemudian diamati dibawah mikroskop.

2. Pemeriksaan Kuantitatif
Metode Kato

Teknik sediaan tebal (cellaphane covered thick smear tecnique) atau disebut teknik Kato. Pengganti kaca tutup seperti teknik digunakansepotong “
cellahane tape”. Teknik ini lebih banyak telur cacing dapat diperiksa sebab digunakan lebih banyak tinja. Teknik ini dianjurkanuntuk Pemeriksaan secara massal karena lebih sederhana dan murah. Morfologi telur cacing cukup jelas untuk membuat diagnosa.
       Maksud : Menemukan adanya telur cacing parasit dan menghitung jumlah telur
       Tujuan: Mengetahui adanya infeksi cacing parasit dan untuk mengetahui berat ringannya infeksi cacing parasit usus
        Dasar teori : Dengan penambahan melachite green untuk memberi latar belakang hijau. Anak-anak mengeluarkan tinja kurang lebih 100      gram/hari, dewasa mengeluarkan tinja kurang lebih 150 gram/hari. Jadi, misalnya dalam 1 gram feses mengandung 100 telur maka 150 gram tinja mengandung 150.000 telur.
Kekurangan: Bahan feses yang di gunakan banyak.
Kelebihan: Dapat mengidentifikasi tingkat cacing pada penderita berdasar jumlah telur dan cacing, baik di kerjakan di lapangan, dapat digunakan untuk pemeriksaan tinja masal karena murah dan sederhana, cukup jelas untuk melihat morfologi sehingga dapat di diagnosis.
Cara kerja
  1. Sebelum pemakaian, pita selophane di masukkan ke dalam larutan melachite green selam kurang lebih 24 jam.
  2. Di atas kertas minyak, di taruh tinja sebesar butir kacang, selanjutnya di atas tinja tersebut di tumpangi dengan kawat saringan dan ditekan-tekan sehingga di dapatkan tinja yang kasar tertinggal di bawah kawat dan tinja yang halus keluar di atas penyaring.
  3. Dengan lidi, tinja yang sudah halus tersebut di ambil di atas kawat penyaring kurang lebih 30mg, dengan menggunakan cetakan karton yang berlubang di taruh gelas preparat yang bersih.
  4. Selanjutnya ditutup dengan pita selophane dengan meratakan tinja di seluruh permukaan pita sampai sama tebal, dengan bantuan gelas preparat yang lain.
  5. Di biarkan dengan temperatur kamar selama 30-60 menit supaya menjadi transparan.
  6. Seluruh permukaan di periksa dengan menghitung jumlah semua telur yang ditemukan dengan perbesaran lemah.
Materi Pemeriksaan.
Metode ini digunakan untuk pemeriksaan feses yang mengandung sedikit telur.
Cara kerjanya didasarkan atas berat jenis larutan yang digunakan, sehingga telur-telur terapung dipermukaan dan juga untuk memisahkanpartikel-partikel yang besar yang terdapat dalam tinja. Pemeriksaan ini hanya berhasil untuk telur-telur Nematoda, Schistostoma, Dibothriosephalus, telur yang berpori-pori dari famili Taenidae, telur-telur Achantocephala ataupun telur Ascaris yang infertil.Metode ini digunakan untuk menentukan dan mengidentifikasi larva cacing Ancylostoma Duodenale, Necator Americanus, Srongyloides Stercolaris dan Trichostronngilus yang didapatkan dari feses yang diperiksa. Teknin ini memungkinkan telur cacing dapat berkembang menjadi larva infektif pada kertas saring basah selama kurang lebih 7 hari, kemudian larva ini akan ditemukan didalam air yang terdapat pada ujung kantong plastik.Teknik sediaan tebal (cellaphane covered thick smear tecnique) atau disebut teknik Kato. Pengganti kaca tutup seperti teknik digunakan sepotong “cellahane tape”. Teknik ini lebih banyak telur cacing dapat diperiksa sebab digunakan lebih banyak tinja. Teknik ini dianjurkan untuk Pemeriksaan secara massal karena lebih sederhana dan murah. Morfologi telur cacing cukup jelas untuk membuat diagnosa.
C. Pemeriksaan kimia :
1.      Pemeriksaan Darah samar
Pemeriksaan kimia tinja yang terpenting adalah pemeriksaan terhadap darah samar. Tes terhadap darah samar dilakukan untuk mengetahui adanya perdarahan kecil yang tidak dapat dinyatakan secara makroskopik atau mikroskopik. Adanya darah dalam tinja selalu abnormal. Pada keadaan normal tubuh kehilangan darah 0,5-2 ml/hari. Pada keadaan abnormal dengan tes darah samar positif (+) tubuh kehilangan darah >2 ml/hari. Macam-macam metode tes darah samar yang sering dilakukan adalah guajac tes, orthotoluidine, orthodinisidine, benzidin test berdasarkan penentuan aktivitas peroksidase/oksiperoksidase dari eritrosit (Hb).

        Cara Kerja  :
1.      Buat emulsi tinja dengan air atau dengan larutan garam kurang lebih 10 ml (kemudian panaskan hingga mendidih)
2.      Saring emulsi yang masih panas tersebut dan biarkan filtrat sampai menjadi dingin kembali
3.      Kedalam tabung reaksi yang lain dimasukkan benzidin basa 1 gram (seujung pisau)
4.      Tambahkan 3 ml asam asetat glacial, kocok sampai benzidin larut dengan meninggalkan sedikit kristal
5.      Tambahkan 2 ml filtrat emulsi tinja kemudian dicampur
6.      Tambahkan 1 ml larutan hidrogen peroksida 3%  kemudian campurkan
7.      Hasil dibaca dalam waktu 5menit (jangan lebih)
Hasil :
      Negatif              à warna tidak berubah (samar hijau)
      Positif +             à Hijau
      Positif ++           à Biru campur hijau
      Positif +++         à Biru
      Positif ++++       à Biru tua
2.      Urobilin
Dalam tinja normal selalu ada urobilin. Jmlah urobilin akan berkurang pada ikterus obstruktif, pada kasus obstruktif total hasil tes menjadi negatif, tinja dengan warna kelabu disebut akholik.
3.      Urobilinogen
Penetapan urobilinogen dalam tinja memberikan hasil yang lebih baik jika dibandingkan terhadap tes urobilin, karena dapat menjelaskan dengan angka mutlak jumlah urobilinogen yang diekskresikan per 24 jam sehingga bermakna dalam keadaan seperti anemia hemolitik dan ikterus obstruktif
Tetapi pelaksanaan untuk tes tersebut sangat rumit dan sulit, karena iu jarang dilakukan di laboratorium. Bila masih diinginkan penilaian ekskresi urobilin dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan urobilin urine.
4.      Bilirubin
Pemeriksaan bilirubin akan beraksi negatif pada tinja normal, karena bilirubin dalam usus akan berubah menjadi urobilinogen dan kemudian oleh udara akan teroksidasi menjadi urobilin.
Reaksi mungkin menjadi positif pada diare dan pada keadaan yang menghalangi perubahan bilirubin menjadi urobilinogen, seperti pengobatan jangka panjang dengan antibiotik yang diberikan peroral, mungkin memusnahkan flora usus yang menyelenggarakan perubahan tadi. Untuk mengetahui adanya bilirubin dapat digunakan metode pemeriksaan Fouchet.



Hasil negatif pada semua metode yang dilaksanakan dapat disebabkan antara lain:
  1. Sampel atau feses diperoleh dari orang yang sehat (tidak terinfeksi cacing parasit usus)
  2. Kurang ketelitian dan kecerobohan praktikan dalam melakukan praktikum. Misalnya pada metode natif pada saat menusuk-menusukkan lidi bambu pada feses telur yang terdapat pada feses tidak menempel pada lidi. Pada metode apung, pada saat larutan feses didiamkan pada tabung reaksi, tabung reaksi goyang sehingga telur yang sudah terapung mengendap lagi.
  3. Kurangnya pemahaman praktikan pada bentuk morfologi telur cacing parasit maupun larvanya.
  4. Praktikan kurang paham tentang urutan kerja pada masing-masing metode.
  5. Pada saat diambil fesesnya, cacing belum bertelur sehingga tidak ditemukkan telur pada feses.
Cara menghitung telur pada pemeriksaan dengan metode Kato.

Telur yang dikeluarkan setiap harinya berbeda-beda, maka diperlukan perhitungan atas beberapa bahan, terdapat siklus dalam pembentukan telur, pengaruh dari kepadatan tinja, makanan, pencernaan yang salah dan faktor-faktor lain yang diketahui, dan pengeluaran telur tiap cacing mungkin berbeda untuk hospes yang berbeda. 

Empat kriteria untuk infeksi oleh cacing parasit (Darwin Karyadi):
  • Infeksi sangat ringan : 1-9 (15-149 butir telur)
  • Infeksi ringan : 10-24 (150-375 butir telur)
  • Infeksi sedang : 25-49 (375-749 butir telur)
  • Infeksi berat : > 50 (750 butir telur lebih)
Pemeriksaan kuantitatif Kato yang dilakukan hanya berdasarkan perkiraan yang ditentukkan praktikan. Perhitungan yang dilakukan didapatkan hasil yaitu:
  • Infeksi pada orang dewasa termasuk infeksi ringan dengan 90 telur yang ditemukan pada 0,5 gram tinja.
  • Infeksi pada anak-anak termasuk infeksi ringan dengan 60 butir telur pada 0,5 tinja.
KESIMPULAN
  1. Pemeriksaan dengan metode natif, metode apung dan metode Kato (kualitatif) adalah untukmengetahuiinfeksi cacing parasit pada orang yang diperiksa.
  2. Pemeriksaan kuantitatif dengan metode Kato bertujuan untuk menentukan jumlah telur yang terdapat dalam tinja yang diperiksa.
  3. Pemeriksaan dengan metode Harada mori bertujuan untuk menentukkan dan mengidentifikasi larva infektif dari cacing tambang dan mengetahui adanya infeksi cacing parasit usus.
  4. Hasil yang didapat dari pemeriksaan adalah negatif yang artinya bahwa tidak ditemukkan telur dalam tinja yang diperiksa.
  5. Infeksi oleh parasit berlangsung tanpa gejala ringan . Diagnosa yang berdasarkan gejala klinik saja kurang dapat dipastikan, sehingga harus dengan bantuan pemeriksaan laboratorium, bahan yang akan diperiksa tergantung dari jenis parasit, untuk cacing atau protozoa usus maka bahan yang diperiksa adalah tinja. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR MENAIKKAN GRAFIK TANDA TANDA VITAL

MEKANISME PERSALINAN NORMAL (PANGGUL DAN FETAL SKUll)

SOP dan Daftar Tilik Pemeriksaan Leopold